Sabtu, 23 Juli 2011

Mie Udon

Definisi

Sesuai standar JAS, udon berbentuk bulat seperti pipa harus berdiameter di atas 1,7 mm, sedangkan udon berbentuk pipih harus memiliki lebar di atas 1,7 mm. Hiyamugi terlihat mirip dengan udon namun lebih langsing. Hiyamugi mempunyai diameter 1,2-1,7 mm dan ketebalan 1,0-2,0 mm. Selain disebut Hiyamugi, udon yang langsing juga disebut Hosoudon.
Tepung terigu berprotein sedang atau rendah diulen dengan air dan sedikit garam untuk membuat adonan udon. Setelah adonan dipotong-potong, udon bisa langsung direbus. Udon rebus biasanya dimakan bersama kuah yang dibuat dari dashi dengan tambahan kecap asin yang disebut tsuyu. Di Jepang bagian barat, kuah udon berwarna coklat muda hampir bening karena memakai kecap asin encer (usukuchi shōyu). Sedangkan di Jepang bagian timur, kuah udon berwarna gelap hampir hitam karena memakai kecap asin kental (koikuchi shōyu).
Di Jepang, udon merupakan makanan rakyat, berharga murah dan banyak dimakan sebagai pengganti nasi. Orang Jepang sejak dulu sudah akrab dengan udon dan sering dimakan beramai-ramai sewaktu ada keramaian atau perayaan. Variasi cara memasak dan jenis lauk yang digunakan berbeda-beda bergantung pada daerahnya di Jepang.

Sejarah

Di zaman kuno, udon dilafalkan sebagai "undon". Konon orang Jepang mengenalnya di abad pertengahan sebagai makanan asal Tiongkok. Sampai sekarang, pangsit (wonton) dalam dialek Wu ditulis sebagai 餛飩 dan dibaca sebagai undon.
Dalam kitab Engishiki, "undon" diperkenalkan sebagai salah satu jenis makanan dari dinasti Tang. Tapi "undon" zaman itu mungkin lebih dekat dengan pangsit, karena berupa daging dibungkus lembaran tepung yang digilas tipis.
Udon yang dikenal sekarang ini dulunya disebut Kirimugi, dan baru disebut "udon" sejak zaman Edo. Pada waktu itu, "udon" adalah nama untuk sejenis masakan berupa kirimugi yang dimakan dengan kuah hangat, atau didinginkan dengan air es setelah direbus.

Udon di berbagai daerah

Menurut pembagian yang dibuat orang awam, udon identik dengan Jepang bagian barat sedangkan soba identik dengan Jepang bagian timur. Pembagian model ini tidak sepenuhnya benar, banyak wilayah di Jepang bagian timur yang sekaligus mengenal soba dan udon.
Udon sudah dikenal luas penduduk Edo sejak zaman Edo. Di paruh pertama zaman Edo, soba berbentuk mi belum dikenal. Ketika orang masih menikmati tepung soba dalam bentuk Sobagaki, udon sudah merupakan mi yang populer. Tapi setelah dikenal mi dari soba yang kepopulerannya diangkat rumah makan khusus soba (sobaya), udon tidak lagi merupakan makanan populer di Edo.
Di Tokyo dan sekitarnya, rumah makan khusus udon memang tidak banyak dijumpai dibandingkan di daerah Kansai. Sebaliknya di daerah Kansai hampir sulit ditemui rumah makan khusus soba. Di dalam menu penjual udon di daerah Kansai biasanya juga tersedia soba. Selain itu, rumah makan yang menyediakan soba sering menyebut dirinya rumah makan udon.
Kepopuleran Sanuki udon di tahun 2000 sempat membuka peluang bagi ekspansi restoran udon model waralaba di wilayah Kanto. Sayangnya, sejak tahun 2004 minat orang terhadap Sanuki udon terlihat cenderung menurun. Di daerah asal Sanuki udon di Prefektur Kagawa, hanya ada sedikit penjual udon yang mau memasukkan soba ke dalam menu.

Kuah

Kuah udon di daerah Kanto berbeda dengan kuah udon di daerah Kansai. Di daerah Kanto, kuah berwarna gelap dan terasa lebih asin. Sedangkan di daerah Kansai, kuah nyaris bening dan tidak asin.
Di daerah Kanto, kuah udon secara umum dibuat berdasarkan takaran untuk membuat kuah soba. Kuah udon ala Kanto dibuat dari campuran dashi dan kaeshi (mirin dan gula yang dimasak bersama kecap asin). Di daerah Kansai, kuah udon berupa dashi yang dibuat dari campuran berbagai bahan seperti: kombu, sababushi, katsuobushi, shiitake, dan niboshi yang sudah sedikit digongseng. Ditambah kecap asin encer yang warnanya tidak terlalu gelap, kuah udon yang dihasilkan berwarna hampir bening.
Kuah udon di daerah Kanto sering dianggap terlalu asin bagi orang Kansai, bahkan dari cuma melihatnya saja. Orang asal Kansai sering tidak mau makan udon ala Kanto yang kuahnya berwarna gelap hingga dasar mangkok menjadi tidak kelihatan. Asin atau tidak asin sebenarnya tidak bisa ditentukan dari warna kuah. Kecap asin kental yang digunakan di daerah Kanto hanya memiliki aroma dan warna yang lebih pekat. Sedangkan kadar garam yang dikandung kira-kira hampir sama dengan kecap asin encer di daerah Kansai.
Sebagai jalan tengah, rumah makan udon di daerah Kanto perlu menuliskan udon yang dijualnya sebagai ala Kansai atau ala Kanto. Prefektur Shiga, Prefektur Gifu, Prefektur Aichi, dan Prefektur Shizuoka sering dipakai orang sebagai garis batas yang memisahkan udon ala Kansai dan udon ala Kanto. Di tempat-tempat tersebut bisa ditemui udon dalam dua versi.
Pembagian udon ala Kanto dan ala Kansai bisa juga ditemui di kios-kios penjual mi soba yang ada di dalam stasiun JR sepanjang jalur utama Tokaido. Kuah yang digunakan penjual soba di stasiun kereta api JR mulai dari stasiun Sekigahara ke arah timur, seperti Nagoya dan Gifu adalah kuah kental ala Kanto. Sebaliknya, penjual soba dari stasiun Sekigahara ke arah barat semuanya menggunakan kuah encer ala Kansai.

Jenis-jenis udon

Berdasarkan bentuk

  • Udon tebal (futo udon)
  • Udon tipis (hoso udon)
  • Udon kecil-kecil (himokawa udon)

Berdasarkan cara pembuatan

  • Teuchi (udon buatan tangan)
Adonan udon digilas tipis dan dipotong memakai pisau secara manual. Disebut juga Teuchi Udon, dan banyak ditawarkan rumah makan udon kelas menengah hingga kelas atas.
  • Kikaiuchi (udon buatan mesin)
Dibuat di pabrik dengan mesin otomatis sehingga harganya murah. Sebagian besar udon yang dijual di Jepang merupakan produksi pabrik.
  • Tenobe (udon yang dilebarkan dengan tangan)
Udon jenis ini termasuk langka, dibuat dengan cara menarik-narik adonan dan melipatnya berkali-kali dengan menggunakan dua batang kayu atau sumpit panjang. Cara ini mirip dengan teknik pembuatan somen atau mi tradisional Tiongkok.

Berdasarkan bentuk fisik

  • Tama udon (udon bundar)
Udon mentah yang baru jadi direbus dengan air mendidih selama 1 menit. Setelah itu udon diangkat dan dibundarkan. Sebelum dimakan, udon masih harus direbus kembali dan ditiriskan. Udon jenis ini masih banyak mengandung air dan tidak tahan lama disimpan. Tama udon yang dimasukkan ke dalam kantong plastik disebut Yude udon (udon rebus) dan banyak dijual di pasar-pasar swalayan di Jepang.
  • Nama udon (udon segar)
Udon yang baru jadi, ditaburi tepung dan dibungkus. Udon segar biasanya lebih enak dari jenis udon lainnya, tapi tidak tahan lama disimpan. Selama belum direbus, tepung terigu yang dikandung udon terus mengalami proses pematangan. Udon segar harus segera dimasak karena cuma tahan beberapa hari saja. Sebelum dihidangkan, udon segar harus direbus dan ditiriskan airnya.
  • Hoshi udon (udon kering)
Udon yang dijadikan udon kering biasanya adalah hoso udon (udon tipis). Setelah jadi, udon dilipat sama panjang, berbentuk persegi empat dengan panjang sekitar 20 cm dan dikeringkan. Udon kering bisa tahan lama disimpan dan sebelum dimakan harus direbus terlebih dulu. Dibandingkan dengan udon segar, udon yang sudah dikeringkan rasanya tidak begitu enak. Udon jenis ini sering digunakan untuk membuat udon goreng yang disebut Yakiudon.
  • Reitō udon (udon beku)
Setelah direbus dengan air mendidih, udon langsung dibekukan. Jenis udon segar yang dibekukan tanpa direbus lebih dulu disebut Reitonama udon (udon segar beku). Air yang terkandung di dalam berbagai jenis mi akan mengembang bila dibekukan. Susunan molekul tepung terpecah-pecah sehingga rasa mi menjadi kurang enak. Agar udon beku yang sudah direbus bisa kenyal kembali, produsen udon sering menambahkan tapioka atau zat tepung yang lain.
  • Udon instan
Udon instan yang dijual dalam kemasan mangkok biasanya sudah digoreng dengan minyak atau mengalami proses freeze drying. Udon instan tahan lama dan bisa langsung dimakan setelah diseduh air panas. Udon instan yang tidak digoreng tapi dikeringkan dengan hembusan udara panas sering dianggap lebih enak.
 

Berdasarkan cara masak

Udon yang disajikan panas-panas

  • Udon rebus
Setelah direbus dan ditiriskan, udon diletakkan di dalam mangkok dan diberi kuah yang panas. Di atasnya lalu diberi berbagai macam lauk. Di daerah Kanto, udon rebus yang di atasnya tidak diberi apa-apa disebut Kakeudon, sedangkan di daerah Kansai disebut Su-udon.
Udon kuah yang tidak diberi apa-apa merupakan cara menikmati udon yang paling umum di daerah Kansai. Udon yang lebih lunak lebih disukai di daerah Kansai, karena bisa menyerap kuah lebih banyak. Tapi di daerah Kansai juga terdapat banyak rumah makan Sanuki udon yang menyajikan udon yang lebih kenyal.
Udon yang sudah direbus tidak ditiriskan dulu dan langsung disajikan di dalam pancinya yang disebut "kama". Udon dimakan sesuap demi sesuap dengan sumpit setelah sebelumnya dicelupkan dalam kuah yang ada di mangkok terpisah.
  • Bukkake udon
Setelah direbus, udon dicuci sekali dengan air dingin untuk menghilangkan lendir yang tersisa. Disajikan sewaktu masih hangat atau didinginkan lebih dulu. Udon disajikan di dalam mangkok dengan sedikit kuah kental yang dibuat dari dashi kombu dan kecap asin. Sebelum dimakan, udon perlu diaduk-aduk lebih dulu. Di atasnya sering dihias dengan telur puyuh mentah dan katsuobushi.
  • Nikomi udon
Udon yang dihidangkan di hotpot (mangkuk tanah liat) merupakan makanan musim dingin. Secara umum di Jepang dikenal sebagai Nabeyaki udon. Prefektur Aichi terkenal masakan udon bernama Misonikomi udon. Udon yang sudah direbus, digodok kembali di dalam kuah miso (hatchō miso) yang kental hingga rasa miso menyerap ke dalam udon dan dihidangkan panas-panas.

Udon yang disajikan dingin

  • Hiyashi udon
Udon yang sudah direbus, didinginkan dulu dengan air es. Udon disajikan di dalam mangkok dan dituangi saus (tsuyu) yang juga dingin. Hiyashi udon merupakan makanan di musim panas. Dihidangkan bersama penyedap seperti daun bawang, parutan jahe, wijen, atau myōga.
  • Zaru udon
Udon yang sudah direbus, didinginkan dengan air es dan ditiriskan. Udon disajikan di atas nampan kecil dari bambu (zaru), sama seperti menghidangkan makanan yang disebut zarusoba. Sama seperti Hiyashi udon yang dinikmati di musim panas, zaru udon dimakan sesuap demi sesuap dengan sumpit setelah dicelupkan ke dalam kuah yang ada di mangkok terpisah.
  • Bukkake udon
Udon yang sudah didinginkan dengan air es dihidangkan di dalam mangkuk bersama saus (tsuyu) yang juga dingin. Di atasnya diletakkan berbagai macam gorengan (tempura) atau dimakan bersama parutan lobak.
  • Sarada udon (selada udon)
Udon dingin diletakkan di atas berbagai macam sayur-sayuran seperti ketimun, daun selada, dan tomat. Saus untuk selada (dressing) bisa berupa mayones atau campuran cuka dan kecap asin dengan rasa wijen.

Cara makan yang lain

Sebagai pengganti mi, udon dimasak seperti Yakisoba. Cara masak udon seperti ini baru dikenal sejak tahun 1970-an.
  • Age udon
Udon segar dipotong-potong sama panjang dan digoreng seperti french fries. Dimakan sebagai makanan ringan dengan taburan garam sewaktu minum bir.

Berdasarkan lauk

Kitsune udon

Su-udon (Kakeudon)

Udon setelah direbus diberi kuah dan dimakan tanpa lauk selain irisan daun bawang. Su-udon merupakan cara menikmati udon yang paling sederhana. Warna kuah Su-udon berbeda antara versi Kansai dan Kanto.

Kayaku udon

Kayaku udon adalah udon dengan berbagai macam lauk yang diletakkan di atasnya. Di daerah Kansai, "kayaku" berarti lauk tapi istilah ini mungkin tidak dimengerti orang di daerah Kanto yang menyebut lauk sebagai "tanemono". Di beberapa tempat di Jepang bagian barat, udon jenis ini dikenal sebagai "Okame udon," dengan lauk seperti naruto (irisan bakso ikan dengan sedikit warna merah jambu), spinacia dan daging ayam.

Kitsune udon

Aburage yang dimasak manis dengan kecap asin dan gula diletakkan di atas udon kuah. Kitsune udon merupakan makanan populer di daerah Kansai. Di beberapa daerah, udon kuah dengan aburage dikenal juga sebagai Tanuki udon.

Tsukimi udon

Udon diletakkan di dalam mangkuk, di atasnya diletakkan telur mentah dan disirim dengan kuah dashi yang panas. Dalam bahasa Jepang, "tsukimi" berarti "melihat bulan", putih telur yang terkena kuah panas terlihat seperti awan dan kuning telur pada udon terlihat bulat seperti bulan.

Tempura udon

Udon kuah yang di atasnya diberi tempura (udang atau cumi-cumi) dan kakiage.

Tanuki udon dan Haikara udon

Di daerah Kanto, udon kuah dengan taburan tenkasu disebut Tanuki udon. Di daerah Kansai, hidangan yang sama disebut Haikara udon, sedangkan di Kyoto, Tanuki udon berarti udon kuah yang diatasnya diberi irisan aburage.

Kare udon

Kuah dibuat dari dashi ditambah bubuk kare dan sedikit dikentalkan dengan tambahan tepung. Daging yang digunakan adalah daging sapi. Kare udon baru dikenal pada zaman Meiji, mulanya dianggap orang sebagai makanan luar biasa aneh. Tapi sekarang hampir semua penjual udon di Jepang menyediakan kare udon. Kare udon sering tidak disukai orang karena mengotori baju sewaktu dimakan. Udon yang licin sulit diangkat dengan sumpit dan udon yang jatuh mencipratkan kuah kare ke baju. Celemek sering disediakan rumah makan udon untuk tamu yang takut bajunya kotor akibat makan kare udon.

Niku udon

Udon kuah dengan lauk daging sapi yang dimasak dengan kecap asin. Di daerah Kanto, daging yang dipakai adalah daging babi.

Chikara udon

Chikara udon berarti "udon tenaga," berupa udon kuah dengan tambahan mochi di atasnya.

Shippoku udon

Udon kuah khas Kyoto dengan jamur shiitake yang sudah dimasak dengan kecap asin, kamaboko, dan fu.

Ankake udon

Udon dengan kuah yang dikentalkan dengan tepung. Udon jenis ini sering dijumpai di Kyoto dan dimakan bersama penyedap irisan daun bawang dan parutan jahe.

Penyedap

Udon biasanya dimakan bersama irisan daun bawang. Jenis daun bawang yang digunakan juga berbeda antara daerah Kansai dan daerah Kanto. Sampai pertengahan zaman Edo, udon juga sering dimakan dengan merica. Selain itu, udon sering diberi taburan bubuk cabai (ichimi togarashi), bubuk cabai bercampur berbagai rempah (hichimi togarashi), dan parutan jahe.

Masakan udon berbagai daerah

Di berbagai daerah di Jepang terdapat banyak sekali variasi masakan udon, dan beberapa di antaranya yang terkenal:  
 


Makanan-Sushi

Sushi (鮨, 鮓, atau biasanya すし, 寿司?) adalah makanan Jepang yang terdiri dari nasi yang dibentuk bersama lauk (neta) berupa makanan laut, daging, sayuran mentah atau sudah dimasak.[1] Nasi sushi mempunyai rasa masam yang lembut karena dibumbui campuran cuka beras, garam, dan gula.
Asal-usul kata sushi adalah kata sifat untuk rasa masam yang ditulis dengan huruf kanji sushi (酸し?). Pada awalnya, sushi yang ditulis dengan huruf kanji 鮓 merupakan istilah untuk salah satu jenis pengawetan ikan disebut gyoshō (魚醤?) yang membaluri ikan dengan garam dapur, bubuk ragi ( koji?) atau ampas sake ( kasu?). Penulisan sushi menggunakan huruf kanji 寿司 yang dimulai pada zaman Edo periode pertengahan merupakan cara penulisan ateji (menulis dengan huruf kanji lain yang berbunyi yang sama).

Sejarah

Konon kebiasaan mengawetkan ikan dengan menggunakan beras dan cuka berasal dari daerah pegunungan di Asia Tenggara. Istilah sushi berasal dari bentuk tata bahasa kuno yang tidak lagi dipergunakan dalam konteks lain; secara harfiah, "sushi" berarti "itu (berasa) masam",[2] suatu gambaran mengenai proses fermentasi dalam sejarah akar katanya. Dasar ilmiah di balik proses fermentasi ikan yang dikemas di dalam nasi ialah bahwa cuka yang dihasilkan dari fermentasi nasi menguraikan asam amino dari daging ikan. Hasilnya ialah salah satu dari lima rasa dasar, yang disebut umami dalam bahasa Jepang.[3]

Lukisan sushi oleh Ichiyusai Hiroshige dari Zaman Edo.
Nigirizushi dikenal di Jepang sejak zaman Edo. Sebelum zaman Edo, sebagian besar sushi yang dikenal di Jepang adalah jenis oshizushi (sushi yang dibentuk dengan cara ditekan-tekan di dalam wadah kayu persegi).[4] Pada zaman dulu, orang Jepang mungkin kuat makan karena sushi selalu dihidangkan dalam porsi besar. Sushi sebanyak 1 kan (1 porsi) setara dengan 9 kan (9 porsi) sushi zaman sekarang, atau kira-kira sama dengan 18 kepal sushi (360 gram). Satu porsi sushi zaman dulu yang disebut ikkanzushi mempunyai neta yang terdiri dari 9 jenis makanan laut atau lebih.
Pada zaman Edo periode akhir, di Jepang mulai dikenal bentuk awal dari nigirizushi. Namun ukuran porsi nigirizushi sudah dikurangi agar lebih mudah dinikmati. Ahli sushi bernama Hanaya Yohei menciptakan sushi jenis baru yang sekarang disebut edomaezushi.[4] Namun ukuran sushi ciptaannya besar-besar seperti onigiri. Pada masa itu, teknik pendinginan ikan masih belum maju. Akibatnya, ikan yang diambil dari laut sekitar Jepang harus diolah lebih dulu agar tidak rusak bila dijadikan sushi.
Sampai tahun 1970-an sushi masih merupakan makanan mewah. Rakyat biasa di Jepang hanya makan sushi untuk merayakan acara-acara khusus, dan terbatas pada sushi pesan-antar. Dalam manga, sering digambarkan pegawai kantor yang pulang tengah malam ke rumah dalam keadaan mabuk. Oleh-oleh yang dibawa untuk menyogok istri yang menunggu di rumah adalah sushi. Walaupun rumah makan kaitenzushi yang pertama sudah dibuka tahun 1958 di Osaka, penyebarannya ke daerah-daerah lain di Jepang memakan waktu lama. Makan sushi sebagai acara seluruh anggota keluarga terwujud di tahun 1980-an sejalan dengan makin meluasnya kaitenzushi.
Keberhasilan kaitenzushi mendorong perusahaan makanan untuk memperkenalkan berbagai macam bumbu sushi instan yang memudahkan ibu rumah tangga membuat sushi di rumah. chirashizushi atau temakizushi dapat dibuat dengan bumbu instan ditambah nasi, makanan laut, tamagoyaki dan nori.

Jenis

Sushi pada umumnya digolongkan berdasarkan bentuk nasi, antara lain nigirizushi, oshizushi, chirashizushi, inarizushi, dan narezushi.
Nigirizushi

Nigirizushi

Makanan laut segar (pada umumnya mentah) diletakkan di atas nasi yang dibentuk dengan menaruh nasi di telapak tangan yang satu dan membentuknya dengan jari-jari tangan yang lain. Nori sering dipakai untuk mengikat neta agar tidak terlepas dari nasi. Lauk yang diletakkan di atas sushi juga bisa dalam keadaan matang seperti tamagoyaki atau belut unagi dan belut anago yang sudah dipanggang.
Pada mulanya, edozushi adalah sebutan untuk sushi yang menggunakan hasil laut Teluk Tokyo, tapi sekarang sering digunakan untuk menyebut nigirizushi. Di Hokkaido yang terkenal dengan hasil laut, istilah namazushi (生寿司?, sushi mentah) dipakai untuk sushi dengan neta mentah. Istilah ini dipakai untuk membedakannya dari sushi asal daerah lain yang sering merebus lebih dulu neta seperti udang yang mudah kehilangan kesegarannya.

[sunting] Neta untuk nigirizushi

  • Ikan: aji (selar), iwashi (lemuru), kajikimaguro (marlin), katsuo (cakalang), karei (ikan lidah atau ikan sebelah mata kanan), salem), saba (ikan kembung), sanma (saury), suzuki (kerapu), kakap, hamachi (ikan sunglir, nama bergantung usia ikan, bisa disebut buri atau kanpachi), ikan hiramasa, hirame (ikan sebelah), toro (daging perut yang berlemak dari ikan tuna atau tongkol), mekajiki (todak), ikan ainame.
  • Kerang: aoyagi (bakagai), akagai, hotategai (tiram), hokkigai (ubagai), mirugai (mirukui), tsubu.
  • Belut: anago, unagi
  • Udang: amaebi, blacktiger, kuruma ebi, lobster, botan ebi
  • Kepiting (rajungan): zuwaigani, tarabagani
  • Telur ikan: ikura, tobiko
  • Cumi-cumi, uni (bulu babi), dan gurita
  • Aburage, kanikamaboko (kamaboko daging kepiting tiruan), kampyo (serutan labu yang dikeringkan), mentimun, dashimaki, natto (kedelai fermentasi), neri ume (saus buah plum), negitoro (cacahan daging ikan tuna dengan daun bawang), tsukemono (sayuran hasil fermentasi).
Sushi yang dijual di kaitenzushi mempunyai banyak variasi neta yang bukan asli Jepang, seperti miniburg (daging isi hamburger), berbagai macam jenis daging seperti charsiu, ikan tuna kaleng, dan alpukat.

Cara makan

  • Nigirizushi dinikmati dengan mencelup sedikit bagian neta ke dalam kecap asin.
  • Nigirizushi umumnya dimakan dengan tangan, walaupun boleh-boleh saja dimakan memakai sumpit.
  • Nigirizushi biasanya dimakan dengan sekali suap.

Teknik mengepal nasi

Ada beberapa teknik mengepal nasi yang merupakan seni keterampilan yang harus dikuasai ahli sushi (寿司職人 sushi shokunin?):
  • Tegaeshi:
    • Hon tegaeshi
    • Ko tegaeshi
    • Tate gaeshi
    • Yoko tegaeshi
  • Oyayubi nigiri
Berdasarkan kekuatan tangan sewaktu mengepal, bentuk nasi bisa berupa bentuk silinder (tawaragata), kotak persegi empat (hakogata), dan kapal (funegata).
Di restoran kaitenzushi, nasi yang sudah dibumbui dibentuk secara otomatis menggunakan mesin sushi, bahkan ada nasi bentukan mesin yang sudah diberi wasabi atau diikat dengan nori. Mesin pembuat sushi ada juga yang terlihat seperti tempat nasi tradisional dari kayu agar penikmat sushi mendapat kesan seolah-olah makan sushi yang dikepal oleh ahli sushi sungguhan.

Ahli sushi

Sushi yang telah disiapkan ahli sushi di sushi bar, di kaitenzushi di atas piring-piring beredar.
Ahli sushi (sushi shokunin) adalah sebutan terhormat ahli sushi di restoran sushi tradisional. Di Jepang, ahli sushi merupakan profesi terhormat dengan penghasilan tinggi.
Ahli sushi pada umumnya adalah pria, dan wanita hampir tidak pernah diberi kesempatan. Di restoran sushi, jenis kelamin laki-laki adalah syarat tidak tertulis untuk menjadi ahli sushi. Tradisi ini berasal dari tradisi kuno Jepang yang menempatkan laki-laki pada kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Walaupun demikian, alasan yang lebih masuk akal adalah suhu tubuh pria yang umumnya lebih rendah dari suhu tubuh wanita. Perubahan fisiologis setiap bulan yang dialami wanita menyebabkan wanita tidak sesuai untuk memegang makanan laut mentah yang rasa dan warnanya mudah dipengaruhi suhu tubuh orang yang memegang.
Di Jepang, ahli sushi wanita umumnya tidak disukai pengunjung restoran sushi. Selain itu, pertimbangan higienis yang tidak jelas asal-usulnya menjadikan ahli sushi tetap merupakan didominasi pria. Walaupun demikian, wanita ahli sushi mulai banyak dipekerjakan di kaitenzushi. Mereka dilarang keras menggunakan kosmetik yang mengandung parfum atau mengecat kuku.
Menurut cerita yang suka dibesar-besarkan, syarat bagi ahli sushi untuk bisa mandiri adalah pengalaman magang paling sedikit 10 tahun, mencakup pelajaran mengepal (nigiri) 3 tahun dan pelajaran menggulung (maki) 8 tahun. Persyaratan formal untuk menjadi ahli sushi sebenarnya tidak ada. Sebagian besar karier ahli sushi justru dimulai sebagai buruh yang dibayar per jam. Keterampilan memilih ikan segar di pasar memang memerlukan pengalaman selama bertahun-tahun. Namun, keterampilan mengepal nasi sudah dikuasai oleh robot pembuat sushi.

[sunting] Cara menghitung nigirizushi

Dalam bahasa Jepang, Nigirizushi tidak dihitung bukan berdasarkan jumlah kepal (buah), melainkan jumlah porsi yang disebut kan (貫, かん?) dengan berat 1 kan sekitar 40-50 gram (kira-kira sama dengan 2 buah sushi). Nigirizushi 1 kan berarti satu porsi (1 piring) nigirizushi yang terdiri dari 2 buah sushi. Sementara itu, 1/2 kan berarti 1 buah sushi, walaupun 1 kan dapat saja terdiri dari 1 buah sushi bila neta tersebut besar dan mahal.
Cara menghitung inarizushi juga sama seperti menghitung Nigirizushi, 2 buah Inarizushi sebagai 1 kan (1 porsi) walaupun ada tempat juga yang menghitung per buah.

[sunting] Istilah khusus

Restoran sushi atau sushi bar di Jepang mempunyai istilah-istilah khusus yang memiliki arti lain dalam bahasa Jepang standar.
  • Agari (teh hijau)
  • Otesho (kecap asin) atau disebut tamari di daerah Kansai
  • Kappa (mentimun)
  • Gari (asinan jahe)
  • Gyoku (tamagoyaki atau dashimaki)
  • Kusa (nori)
  • Gunkan (sushi yang dikelilingi oleh nori)
  • Shari (nasi untuk sushi)
  • Tsume atau nitsume (saus kental rasa manis-asin yang dioleskan pada anago, kerang hamaguri atau neta sejenis yang rasanya hambar)
  • Toro (bagian perut ikan tuna), dibagi-bagi lagi menurut kadar lemak: ootoro dan chutoro
  • Namida atau sabi (wasabi)
  • Haran atau baran (daun hijau penghias sushi, sekarang dipakai daun plastik)
  • Murasaki (kecap asin)

Makizushi

Sushi berupa gulungan nasi berisi potongan mentimun, tamagoyaki dan neta lain yang dibungkus lembaran nori. Nasi digulung dengan bantuan sudare (anyaman bambu bentuk persegi panjang).
Makizushi dibagi menjadi:
  • Hosomaki: gulungan berdiameter minimum 3 cm hanya berisi satu jenis neta (misalnya mentimun atau tuna).
  • Futomaki: gulungan berdiameter di atas 5 cm berisi berbagai macam neta.
  • Temakizushi: nasi digulung sendiri dengan nori sebelum dimakan, neta juga dipilih sendiri dari piring.
Di daerah Kansai terdapat tradisi ehomaki untuk mengundang keberuntungan pada Hari Ekuinoks Musim Semi. Satu gulung utuh Futomakizushi harus dimakan sambil menghadap ke arah mata angin keberuntungan. Ketika memakannya, orang juga dilarang mengeluarkan suara atau berbicara. Tradisi ini mulanya dipopulerkan oleh asosiasi pedagang sushi pada tahun 1970-an.

Chirashizushi

Nasi sushi dimakan bersama neta berupa makanan laut dan sayur-sayuran yang dipotong kecil-kecil. Nasi sushi tidak dibentuk melainkan diisikan ke dalam wadah dari kayu, piring atau mangkuk. Chirashizushi merupakan salah satu masakan rumah yang populer di Jepang untuk memperingati hari-hari istimewa seperti ulang tahun anak-anak dan perayaan Hina Matsuri.
Di daerah-daerah lain di Jepang, chirashizuhi mempunyai banyak nama lain seperti suzushi di Prefektur Kagoshima, matsurizushi di Prefektur Okayama, tekonezushi (di Prefektur Mie), bahkan ada daerah-daerah tertentu yang menghias chirashizushi dengan buah-buahan seperti potongan apel, jeruk, dan ceri.
Sasazushi (salah satu tipe oshizushi), adalah sushi yang dibungkus daun bambu.

Oshizushi

Nasi disusun bersama neta yang dipres untuk sementara waktu dengan maksud memadatkan nasi agar sushi yang dihasilkan berbentuk persegi panjang yang lalu dipotong-potong agar mudah dinikmati. Oshizushi ada juga yang dibungkus daun bambu lalu dipres untuk sementara waktu, antara beberapa jam sampai satu malam. Nama-nama oshizushi yang populer antara lain:

Narezushi

Sushi zaman kuno adalah ikan yang dilumuri garam dan nasi, lalu dibiarkan hingga terfermentasi. Funazushi dari Prefektur Shiga dan hatahatazushi dari Prefektur Akita adalah dua contoh sushi asal zaman kuno. Ada pula narezushi yang ditambah ragi untuk membantu proses fermentasi, contohnya kaburazushi dari Prefektur Ishikawa dan Izushi dari Hokkaido.
Kaburazushi adalah jenis sushi yang tidak dibentuk bersama nasi. Sushi dibuat dengan menjepit irisan ikan mentah di antara dua lembar irisan lobak kabura. Setelah itu, sushi disusun di dalam tong kayu berisi campuran nasi tanak bercampur ragi. Lama fermentasi selama beberapa hari. Kaburazushi dimakan dengan tidak mencuci nasi hasil fermentasi yang menempel.

Inarizushi

Nasi sushi dibungkus aburage yang sebelumnya sudah dimasak bersama kecap asin dan gula. Inarizushi tidak berisi ikan atau lauk lain karena aburage sudah merupakan sumber protein. Inarizushi berasal dari kuil Toyokawa Inari di kota Toyokawa, Prefektur Aichi.

Variasi

Sushi daerah Kansai

Sushi di daerah Kansai umumnya lebih mementingkan perpaduan rasa antara nasi dan lauk daripada kesegaran ikan. Pedagang sushi membuatnya agar rasa tidak mudah berubah kalau dibeli untuk dibawa pulang. Di antara sushi khas Osaka adalah hakozushi (oshizushi), barazushi (gomokuzushi) dan berbagai macam makizushi, dan battera (sushi ikan kembung).

Sushi bungkus daun

Sushi ikan kembung yang dibungkus daun pohon persimon dari Prefektur Nara dan Wakayama adalah jenis sushi tahan lama.

Pedagang sushi

Di Jepang

Dalam bahasa Jepang, sushi-ya adalah sebutan untuk penjual sushi tradisional yang menyiapkan sushi untuk makan di tempat atau layanan pesan-antar. Restoran sushi dengan piring-piring berisi sushi yang diletakkan di atas ban berjalan disebut kaitenzushi.
Sushi dalam kemasan nampan plastik bisa dijumpai di pojok makanan matang toko swalayan dan toko serba ada. Selain itu, penjual ikan segar juga sering menjual sushi. Jaringan toko yang menjual sushi dalam kemasan untuk dibawa pulang ke rumah bisa dijumpai di seluruh Jepang.

Di Indonesia

Di beberapa toko swalayan terkemuka, sushi dalam kemasan untuk dibawa pulang sering dijumpai di dekat bagian ikan segar. Di restoran yang menyediakan menu makanan Jepang, sushi sering dimasukkan ke dalam menu bersama-sama dengan masakan Jepang lainnya.

Pertimbangan higienis

Sushi merupakan makanan dari nasi dan makanan laut mentah yang mudah busuk. Makanan ini dibentuk dengan tangan yang tidak mengenakan sarung tangan. Menempelnya berbagai macam mikroba pada sushi adalah sulit untuk dihindari. Sushi yang dibeli untuk dibawa pulang di musim panas atau di negara beriklim tropis harus segera dimakan agar tidak menyebabkan sakit perut.
Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, memegang-megang makanan dengan tangan telanjang dianggap tidak higienis. Pembuat sushi diharuskan memakai sarung tangan dari karet atau plastik. Sebaliknya, orang Jepang kehilangan selera bila melihat pembuat sushi sedang membuat sushi sambil mengenakan sarung tangan. Walaupun demikian, sushi di toko-toko swalayan di Jepang umumnya dibuat dengan memakai sarung tangan.

Makanan-Sashimi


Sashimi  adalah makanan Jepang berupa makanan laut dengan kesegaran prima yang langsung dimakan dalam keadaan mentah bersama penyedap seperti kecap asin, parutan jahe, dan wasabi.
Makanan laut segar seperti ikan, kerang, dan udang karang dihidangkan dalam bentuk irisan kecil yang mudah dimakan, sedang udang berukuran kecil ada yang hanya dikupas kulit dan dibuang kepalanya saja.
Tsuma adalah sebutan untuk bahan makanan penyerta yang bisa berupa lobak yang dipotong panjang-panjang dengan ukuran sangat halus, daun berwarna hijau yang disebut Oba (Aojizo), atau rumput laut seperti Wakame dan Tosakanori.
Sashimi juga berarti menikmati sesuatu dalam keadaan mentah, mulai dari potongan mentah daging Kuda (Basashi), daging ayam (Torisashi), hati ayam atau hati sapi, sampai pada potongan Konnyaku dan kembang tahu yang disebut Yuba.
Di daerah Kansai, sashimi lebih dikenal dengan sebutan O-tsukuri.

Sejarah

Ada pendapat yang mengatakan kebiasaan memakan potongan daging segar tanpa dimasak adalah sama tuanya dengan sejarah manusia, tapi kebiasaan ini bisa berlanjut atau hilang tergantung pada kondisi lingkungan tempat tinggal. Jepang merupakan negara kepulauan dengan hasil laut segar yang dapat dinikmati sepanjang tahun, sehingga kebiasaan menikmati makanan laut segar tanpa dimasak terus berlanjut. Ada juga pendapat yang mengatakan kata Sashimi berasal dari kata Namashishi (生肉?, daging mentah) atau Namasuki (生切?, potongan segar).

Jenis-jenis sashimi

  • Tsugatazukuri
Potongan-potongan ikan disusun di atas tubuh ikan yang dipertahankan bentuknya mulai dari bagian kepala hingga ekor. Sashimi jenis ini kebanyakan hanya dinikmati pada kesempatan istimewa.
  • Ikezukuri
Tsugatazukuri dengan ikan hidup yang dijadikan sashimi hanya beberapa saat sebelum dihidangkan.
  • Tataki
Potongan ikan yang digarang untuk beberapa saat di atas api sehingga terlihat matang di bagian luar, segar di bagian dalam. Tataki ikan cakalang (Katsuo) dimakan bersama saus Ponzu, parutan bawang putih dan irisan daun bawang.

Pesona Kota Kyoto dan Tradisi Melihat Sakura


Dari segala hal yang paling tradisional sampai yang paling modern, ada di Kyoto. Istana kerajaan yang dibangun ratusan tahun lalu, temple/kuil, shrines (tempat sembahyang) sampai kereta peluru supercepat yang aman, nyaman, dan tidak pernah telat, shinkansen!

Kyoto terletak di Jepang bagian Selatan yang berpenduduk sekitar 1,5 juta orang ini berhasil menyedot 4 juta wisatawan setiap tahunnya, dan mengukuhkan Kyoto sebagai tujuan pariwisata terkemuka di Jepang sekaligus sebagai pusat budaya.

Kesan pertama tentang Kyoto adalah kota modern yang supersibuk. Lihat saja Kyoto Station. Bangunan baru stasiun ini diselesaikan tahun 1997 untuk memeringati ulang tahun kota yang ke 1200 tahun. Dirancang sangat baik dengan menerapkan struktur baja berbentang panjang oleh Hiroshi Hara, seorang arsitek dan profesor dari Universitas Tokyo.

Bentang main hall kurang lebih mencapai 40 meter dan ketinggiannyapun mencapai 40 meter. Dengan penutup atap berbahankan kaca, main hall terlihat terang benderang oleh cahaya alami dan kelihatan sangat futuristik.

Infrastruktur ini dipersiapkan dengan sangat baik, dari perencanaan, detail rancangan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, juga pemeliharaannyapun sama baiknya. Untuk seorang yang baru pertama kali datang ke stasiun terpadu ini, segala petunjuk signage terlihat jelas, huruf kanji selalu juga disertai huruf latinnya. Tidak sulit menemukan arah menuju stasiun kereta api, bis antarkota atau mencari taxi sekalipun.


Kyoto Station dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan yang besar, hotel, bioskop, dan beberapa kantor pemerintahan lokal! Shopping Center yang disebut The Cube, terletak satu atap dengan ketinggian 15 lantai, salah satu anchor tenant yang terbesar adalah Isetan. Segala toko kerajinan khas Jepang tersedia di mana-mana dan juga tentu saja kafe serta restoran, baik lokal maupun makanan internasional.

Jangan khawatir untuk memesan makanan bagi yang tidak bisa membaca huruf kanji maupun yang tidak fasih bahasa Jepang. Tunjuk saja gambar makanan di menunya atau selalu saja ada contoh bentuk makanan yang terbuat dari plastik yang terpampang di etalase. Harga makananpun sudah tertera dalam tulisan latinnya.



Bunga Sakura.Bagi orang Jepang yang hidup di empat musim (semi, panas, gugur, dan dingin), musim semilah yang selalu dianggap dramatis ditandai dengan mekarnya bunga ume/prem (plum) beraroma harum, persik (peach) dan yang paling disambut gembira adalah sakura (cherry blossoms).

Dengan mekarnya ume, perlahan-lahan udara mulai menghangat hingga orang menyadari hangatnya musim semi berangsur-angsur tiba. Kegembiraan untuk keluar rumah dan berjalan-jalan menikmati mekarnya bunga-bunga akan mencapai puncaknya saat sakura di bulan April serentak bermekaran di mana-mana.

Adalah O-Hanami tradisi ‘pesta melihat bunga’ yang digelar bersama para sahabat dan keluarga di bawah rimbunan dahan pohon sakura. Minum sake beramai-ramai dengan gembira mengiringi bergugurannya bunga sakura mengalasi tanah sungguh suatu tradisi turun temurun yang sangat eksotik.

Tempat-tempat paling strategis untuk melihat mekarnya bunga sakura selalu diperebutkan dan dipadati pengunjung. Sakura taman Arashiyama adalah salah satu tempat favorit untuk dikunjungi warga di pinggiran Kyoto sebelah Barat. Jauh-jauh hari sebelum pesta berlangsung beberapa tempat piknik ini sudah kebanjiran pesanan.

Tikar-tikar alas piknik dibentangkan dan ditandai dengan nama tiap tiap kelompok lengkap dengan jadwal waktu pesta dimulai dilakukan oleh pengunjung yang menyebutnya sebagai Hanami. Tidak sedikit para karyawan baru merelakan waktu dan tenaganya untuk menunggu bentangan tikar sepanjang hari hingga atasannya datang sepulang kerja.

Falsafah mengenai bunga sakura, terutama jenis yang terdikenal adalah Somei Yoshino berwarna lembut, mencerminkan nilai-nilai tradisional seperti kemurnian dan kebersahajaan. Bunga ini dikagumi karena singkat masa hidupnya, mekarnya hanya berlangsung beberapa hari dan diyakini memberi teladan bahwa hidup itu singkat. Masa mekar bunga sakura yang singkat, kecantikannya yang memukau, dan kematiannya yang awal, sering dikaitkan dengan kefanaan, karena alasan inilah, sakura sangat penuh simbolisme.

Kyoto Kota Besejarah dari Sisi Budaya dan Pemerintahan


Jejak budaya yang menakjubkan pada masa silam di Kyoto bisa dilihat dari beberapa situs. Tidak hanya bangunan Kuil atau peninggalan yang berkaitan dengan keagamaan, tapi juga pada bangunan yang berhubungan dengan pemerintahan militer di Jepang pada era Shogun lengkap dengan barisan para pendekar samurainya.
Nijo castle (Nijo-jo) atau Kastil Nijo adalah komplek bangunan atau saksi yang dapat bercerita seperti apa kira-kira suasana pemerintahan kala itu. Kastil Nijo, atau Istana Shogun, berdasar referensi yang ada di bangun pada tahun 1603 dan selesai tahun 1626. Kastil ini dibangun oleh Leyasu, Shogun Tokugawa pertama kemudian diselesaikan oleh Lemitsu, Shogun Tokugawa ketiga.
Jika kita memasuki istana ini kesan pertama adalah kokoh, rapi dan indah. Namun jika kita amati dan bertanya lebih jauh, ternyata di samping kekokohan, kerapian dan keindahan juga terselip kewaspadaan serta unsur penjagaan diri yang luar biasa kuat disertai perancangan bagunan yang bagus. Bisa jadi unsur kewaspadaan ini berkaitan dengan peruntukan istana yakbi bagi pimpinan pemerintahan militer yang bernama Shogun.
 
Ketika  memasuki Kastil Shogun ini, kita akan menemui sekaligus melalui gerbang yang sangat besar dan kokoh. Dindingnya terbuat dari tumpukan batu yang disusun rapi seperti pembuatan candi. Lalu daun pintunya terbuat dari cetakan besi yang tebalnya  sekitar 30-40 cm. Kemudian Lebar dinding  yang mengelilingi Kastil  ini rata-rata lebih dari dua meter dengan ketinggian lebih dari lima meter. Kemudian pada seputar kastil dibuatkan sungai selebar lebih kurang 10 meter. Sebenarnya Kastil ini pada beberapa keadaan lebih mirip dengan sebuah benteng, hanya saja di dalamnya terdapat taman serta bangunan yang indah. Jika  telah melalui gerbang maka tidak jauh kemudian akan bertemu dengan gedung utama Kastil. Pada halaman Kastil ini ditaburi batu kerikil dengan maksud jika ada orang yang berjalan atau mengendap sekalipun akan terdengar suara langkahnya. Dapat dibayangkan betapa sulitnya pada masa itu jika melakukan upaya penyusupan ke dalam Kastil, apalagi penjagaan ketat juga dilakukan oleh para samurai.
Ketika masuk kedalam Kastil utama, tempat Shogun beserta perangkatnya bekerja dan tinggal, lantai Kastil akan berbunyi dengan deritan “nyit-nyit-nyit” yang memang di desain khusus oleh para perancang bangunan. Tujuannya tidak berbeda dengan kerikil di halaman, yakni upaya meningkatkan kewaspadaan jika ada penyusup masuk.

Lantai kastil terbuat dari papan yg sangat lebar dan tebal, Lebarnya sekitar 40-50 cm dengan ketebalan antara 20-25 cm/keping. Sayangnya setiap pengunjung tidak diperkenankan memotret di dalam ruangan utama Kastil. Bisa jadi hal ini merupakan penghormatan dari bangsa Jepang terhadap para Shogun atau sebagai taktik  agar esensi rahasia dari rancangan gedung ini tidak mudah untuk ditiru oleh siapapun.
Pikiran itu muncul begitu saja tatkala mendengar deritan lantai. Saya dapat menduga desain yang dibuat bukan saja bersifat khusus namun juga istimewa dan rahasia. Deritan yang ditimbulkan oleh langkah saya bunyinya sama setiap kali melangkah. Sinsei Iwan, salah seorang rekan yang juga berkunjung ke sana juga mengalami hal yang sama. Derit yang dihasilkan dari langkahnya selalu sama. Anehnya, derit langkah kami yang dihasilkan dari lantai itu justru berbeda.  Kenapa bisa demikian?
Fenomena bunyi derit lantai yang berbeda di atas ternyata dipengaruhi oleh berat tubuh kita dan daya gratifikasi, Anda bisa membayangkan sendiri apa tujuan di balik itu semua. Ya, lagi-lagi urusan keamanan.

 Dengan begitu para samurai dapat meraba-raba keadaan dan kondisi fisik seseorang yang sedang memasuki kastil. Itulah yang membuat saya demikian yakin bahwa mereka sangat memperhitungkan segala kemungkinan dari segi keamanan dalam pembuatan Kastil tanpa meninggalkan aspek keindahan. Jika kita mengamati taman-taman yang mengitari Kastil, taman-taman itu sendiri sifatnya terbuka. Dengan kondisi taman seperti itu tentunya menyulitkan bagi tamu yang tak diundang untuk datang menyelinap.
Cara mereka merancang bangunan luar biasa mengagumkan, terlebih dikerjakan pada awal abad ke 16 silam. Bukankah itu membuktikan juga bahwa orang-orang di zaman dahulu cukup jenius?
Demikianlah cerita dari saya karena pengunjung hanya diperkenankan memasuki sampai kastil utama saja. Meski demikian, saya masih meyakini di dalam sana masih banyak rahasia, keunikan dan keindahan yang tersembunyi. Terlebih pada Kastil istri dari Shogun beserta dayang-dayangnya, mengingat budaya Jepang yang sangat menjaga kehormatan wanita seperti bangsa Asia lainnya.